1. Fungsi Cerebral
Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma Scala (GCS) :
• Refleks membuka mata (E)
4 : Membuka secara spontan
3 : Membuka dengan rangsangan suara
2 : Membuka dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon
• Refleks verbal (V)
5 : Orientasi baik
4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.
3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : Tidak keluar suara
• Refleks motorik (M)
6 : Melakukan perintah dengan benar
5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar
4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : Hanya dapat melakukan fleksi
2 : Hanya dapat melakukan ekstensi
1 : Tidak ada gerakan
Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1) Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X – 5 – 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 – X – 6. Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 – 5 – X. GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.
Derajat kesadaran :
• Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi
• Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang.
• Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
• Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh mnghindri tusukan)
• Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus
Kualitas kesadaran :
• Compos mentis : bereaksi secara adekuat Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
• Delerium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan kekacauan fikirannya.
• Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa
Gangguan fungsi cerebral meliputi : Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi
Pengkajian status mental / kesadaran meliputi : GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.
2. Fungsi nervus cranialis
Cara pemeriksaan nervus cranialis :
a. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) : Pasiem memejamkan mata, disuruh membedakaan bau yang dirasakaan (kopi, tembakau, alkohol,dll)
b. N.II : Optikus (Tajam penglihatan): dengan snelen card, funduscope, dan periksa lapang pandang
c. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata):
Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.
d. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam): sama seperti N.III
e. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip): menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas
f. N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) : sama sperti N.III
g. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ): senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak mataa dengan tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam
h. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) : test Webber dan Rinne
i. N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ): membedakan rasaa mani dan asam ( gula dan garam)
j. N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) : menyentuh pharing posterior, pasien menelan ludah/air, disuruh mengucap “ah…!”
k. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus) palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh pasien meutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.
l. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah): pasien suruh menjulurkan lidah dan menggrakan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan tadi.
3. Fungsi motorik
a. Otot
• Ukuran : atropi / hipertropi
• Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan
• Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.
Derajat kekuatan motorik :
5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas
4 : Ada gerakan tapi tidak penuh
3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi
2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi.
1 : Hanya ada kontraksi
0 : tidak ada kontraksi sama sekali
b. Gait (keseimbangan) : dengan Romberg’s test
4. Fungsi sensorik
Test : Nyeri, Suhu, Raba halus, Gerak, Getar, Sikap, Tekan, Refered pain.
5. Refleks
a. Refleks superficial
• Refleks dinding perut :
Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra umbilikal dari lateral ke medial
Respon : kontraksi dinding perut
• Refleks cremaster
Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respon : elevasi testes ipsilateral
• • Refleks gluteal
Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal
Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral
b. Refleks tendon / periosteum
• • Refleks Biceps (BPR):
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.
Respon : fleksi lengan pada sendi siku
• Refleks Triceps (TPR)
Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku
• Refleks Periosto radialis
Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi
Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi m.brachiradialis
• Refleks Periostoulnaris
Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus
• Refleks Patela (KPR)
Cara : ketukan pada tendon patella
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris
• Refleks Achilles (APR)
Cara : ketukan pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius
• Refleks Klonus lutut
Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal
Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung
• Refleks Klonus kaki
Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut.
Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung
c. Refleks patologis
• Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
• Chadock
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anterior
Respon : seperti babinsky
• Oppenheim
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : seperti babinsky
• Gordon
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky
• Schaefer
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky
• Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky
• Stransky
Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5
Respon : seperti babinsky
• Rossolimo
Cara : pengetukan pada telapak kaki
Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal
• Mendel-Beckhterew
Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum
Respon : seperti rossolimo
• Hoffman
Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi
• Trommer
Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respon : seperti hoffman
• Leri
Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan bgian ventral menghadap ke atas
Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku
• Mayer
Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tangan
Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari
d. Refleks primitif
• Sucking refleks
Cara : sentuhan pada bibir
Respon : gerakan bibir, lidah dn rahang bawah seolah-olah menyusu
• Snout refleks
Cara : ketukan pada bibir atas
Respon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung
• Grasps refleks
Cara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien
Respon : tangan pasien mengepal
• Palmo-mental refleks
Cara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenar
Respon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)
Selain pemeriksaan tersebut di atas juga ada beberapa pemeriksaan lain seperti :
Pemeriksaan fungsi luhur:
1. Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas perintah
2. Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis
3. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata
4. Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan membedakan jari-jari, baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah.
5. Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh sendiri maupun orang lain.
6. Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sederhana.
Ditengah menjamurnya makanan siap saji yang banyak mengandung lemak dan perubahan gaya hidup sebagian masyarakat perkotaan, maka penyakit penyakit sebagai imbas dari perubahan gaya hidup itu pun akan bermunculan semakin banyak. Salah satu penyakit tersebut adalah Hipertensi atau Tekanan Darah Tinggi.
Mungkin banyak dari kita yang kurang tahu apa yang dimaksud dengan Hipertensi, secara garis besar Hipertensi dapat didefinisikan sebagai penyakit yang umum timbul di dalam masyarakat yang merupakan peningkatan yang persisten dari tekanan pembuluh darah arteri, yaitu tekanan diastolik diatas 95 mmHg. Tekanan darah normal biasanya tekanan sistolik tidak melebihi 140 mmHg dan diastolik tidak melebihi 90 mmHg. Namun patokan tekanan darah normal tersebut individual sifatnya.
Penyebab
Sebanyak 90 % kasus penyebab tidak diketahui. Namun dapat juga sekunder akibat penyakit jantung/ginjal, diabetes, atau tumor dari kelenjar adrenal, obat-obatan, maupun kehamilan.
Faktor Risiko
Merokok/minum alkohol, pola makan banyak garam dan lemak, kurang berolah raga, obesitas, dan stress.
Gejala dan Tanda
Biasanya tidak ada gejala sampai timbul komplikasi.
Komplikasi
• Stroke
• Kegagalan jantung
• Kerusakan ginjal.
Pencegahan
• Setelah umur 30 tahun, periksa tekanan darah setiap tahun.
• Jangan merokok/minum alkohol
• Kurangi berat badan bila berlebihan
• Lakukan latihan aerobik
• Pelajari cara-cara mengendalikan stres.
•
Penatalaksanaan
Pengelolaan terhadap penderita hipertensi adalah :
Pengobatan tanpa obat, antara lain : diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh, peredaan stress emosional, berhenti merokok/alkohol, dan latihan fisik ringan dan teratur.
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter. Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.
Bagimana?…mengerikan bukan?…Hipertensi sebenarnya gampang banget dicegah (kecuali yang tipe genetik), sayangnya upaya upaya pencegahan tersebut selalu terkendala dari sisi diri kita sendiri…;)
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara.
A. Penyebab
Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.
Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara(disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.
Sel sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya: - kontraksi otot polos - peningkatan pembentukan lendir - perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang.
Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu.Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olahraga atau berada dalam cuaca dingin.Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien. Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara.
B. Gejala
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatuinfeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak didada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala.
Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna,
Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.
C. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan spirometri berulang. Spirometri juga digunakan untuk menilai beratnya penyumbatan saluran udara dan untuk memantau pengobatan.
Menentukan faktor pemicu asma seringkali tidak mudah. Tes kulit alergi bisa membantu menentukan alergen yang memicu timbulnya gejala asma. Jika diagnosisnya masih meragukan atau jika dirasa sangat penting untuk mengetahui faktor pemicu terjadinya asma, maka bisa dilakukan bronchial challenge test.
D. Pengobatan
Obat-obatan bisa membuat penderita asma menjalani kehidupan normal. Pengobatan segera untuk mengendalikan serangan asma berbeda dengan pengobatan rutin untuk mencegah serangan.
Agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik.
Bronkodilator yang yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot. Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta2-adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel diparu-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik.
Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan.
Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat. Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat.
Jenis bronkodilator lainnya adalah theophylline. Theophylline biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-acting. Pada serangan asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melaluipembuluh darah).
Jumlah theophylline di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang. Pada saat pertama kali mengkonsumsi theophylline, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat. Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.
Corticosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap corticosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.
Tetapi penggunaan tablet atau suntikan corticosteroid jangka panjang bisa menyebabkan:
• gangguan proses penyembuhan luka
• terhambatnya pertumbuhan anak-anak
• hilangnya kalsium dari tulang
• perdarahan lambung
• katarak prematur
• peningkatan kadar gula darah
• penambahan berat badan
• kelaparan
• kelainan mental.
Tablet atau suntikan corticosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan asma yang berat. Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler corticosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya. Corticosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala asma.
Cromolin dan nedocromil diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan. Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.
Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida) bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik.
Pengubah leukotrien (contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton) merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma).
Pengobatan:
1. Pengobatan untuk serangan jantung
Suatu serangan asma harus mendapatkan pengobatan sesegera mungkin untuk membuka saluran pernafasan. Obat yang digunakan untuk mencegah juga digunakan untuk mengobati asma, tetapi dalam dosis yang lebih tinggi atau dalam bentuk yang berbeda.
Agonis reseptor beta-adrenergik digunakan dalam bentuk inhaler (obat hirup) atau sebagai nebulizer (untuk sesak nafas yang sangat berat). Nebulizer mengarahkan udara atau oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan obat, sehingga menghasilkan kabut untuk dihirup oleh penderita.
Pengobatan asma juga bisa dilakukan dengan memberikan suntikan epinephrine atau terbutaline di bawah kulit dan aminophylline (sejenis theophylline) melalui infus intravena. Penderita yang mengalami serangan hebat dan tidak menunjukkan perbaikan terhadap pengobatan lainnya, bisa mendapatkan suntikan corticosteroid, biasanya secara intravena (melalui pembuluh darah).
Pada serangan asma yang berat biasanya kadar oksigen darahnya rendah, sehingga diberikan tambahan oksigen. Jika terjadi dehidrasi,mungkin perlu diberikan cairan intravena. Jika diduga terjadi infeksi, diberikan antibiotik.
Selama suatu serangan asma yang berat, dilakukan:
• pemeriksaan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah
• pemeriksaan fungsi paru-paru (biasanya dengan spirometer atau peak flow meter)
• pemeriksaan rontgen dada.
2. Pengobatan Jangka Panjang
Salah satu pengobatan asma yang paling efektif adalah inhaler yang mengandung agonis reseptor beta-adrenergik. Penggunaan inhaler yang berlebihan bisa menyebabkan terjadinya gangguan irama jantung.
Jika pemakaian inhaler bronkodilator sebanyak 2-4 kali/hari selama 1 bulan tidak mampu mengurangi gejala, bisa ditambahkan inhaler corticosteroid, cromolin atau pengubah leukotrien. Jika gejalanya menetap, terutama pada malam hari, juga bisa ditambahkan theophylline per-oral.
E. Pencegahan
Serangan asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga.